THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 22 April 2012

Perlunya SAK Konvergen ke IFRS Perlunya SAK Konvergen ke IFRS

Sejak akuntansi pertama kali ditemukan, pelaporan keuangan telah diatur sedemikian rupa sehingga laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang benar-benar dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, akuntan menemukan banyak celah dalam pendekatan-pendekatan pelaporan keuangan yang telah ada, untuk melakukan fraud (kecurangan). Hal ini merupakan salah satu sebab munculnya pengaturan akuntansi baru yang berbasis prinsip yaitu IFRS (International Financial Reporting Standard). Konvergensi standar pelaporan keuangan menuju International Financial Reporting Standard (IFRS) sudah pelak tidak dapat dihindari lagi oleh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia, melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), telah melakukan proses konvergensi ini dengan mengadopsi beberapa standar keuangan dari International Accounting Standard Board (IASB) ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Proses konvergensi ini akan membawa perubahan besar dalam praktek pelaporan keuangan di Indonesia dari yang semula mengacu pada akuntansi kos historis menjadi mengacu pada akuntansi nilai wajar. Perubahan tersebut terjadi karena beberapa standar IFRS/IAS menggunakan dasar pengukuran nilai wajar. Perkembangan Konvergensi PSAK ke IFRS Sesuai dengan roadmap konvergensi PSAK ke IFRS (International Financial Reporting Standart) maka saat ini Indonesia telah memasuki tahap persiapan akhir (2011) setelah sebelumnya melalui tahap adopsi (2008 – 2010). Hanya setahun saja IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) menargetkan tahap persiapan akhir ini, karena setelah itu resmi per 1 Januari 2012 Indonesia menerapkan IFRS. Berikut konvergensi PSAK ke IFRS yang direncanakan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) IAI: Tahap Adopsi (2008-2010) Tahap Persiapan Akhir (2008-2010) Tahap Implementasi (2008-2010) Adopsi seluruh IFRS ke PSAK Penyelesaian persiapan Infrastruktur yang diperlukan Penerapan PSAK berbasis IFRS secara bertahap Persiapan infrastruktur yang diperlukan Penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS Evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif Evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku Prinsip Cost History Vs Fair Value Beberapa pengertian Nilai Wajar (Fair Value): 1. Nilai wajar didefinisikan dalam IFRS (International Financial Reporting Standard) sebagai, “the amount for which an asset could be exchanged between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction.” 2. Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) M Jusuf Wibisana, nilai wajar adalah nilai dimana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transactions). Model Biaya (Cost History) Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset. Model Revaluasi (Nilai Wajar) Setelah diakui sebagai aset, suatu aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca. Jika entitas mengubah kebijakan akuntansi dari model biaya ke model revaluasi dalam pengukuran aset tetap, maka perubahan tersebut berlaku prospektif. Jika dalam suatu entitas terdapat aset tetap yang tersedia untuk dijual, maka perlakuan akuntansi untuk aset tersebut adalah sebagai berikut: (a) Diakui pada saat dilakukan penghentian operasi (b) Diukur sebebsar nilai yang lebih rendah dari jumlah tercatatnya dibandingkan nilai wajar setelah dikurangi dengan biaya-biaya penjualan aset tersebut (c) Disajikan sebagai aset tersedia untuk dijual, jika jumlah tercatatnya akan dipulihkan melalui transaksi penjualan dari penggunaan lebih lanjut, dan (d) Diungkapkan dalam laporan keuangan dalam rangka evaluasi dampak penghentian operasi dan pelepasan aset (aset tidak lancar).

PERKEMBANGAN AKUNTANSI INTERNASIONAL

Bersamaan dengan berkembangnya kesadaran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan akuntansi, terdapat pula kenyataan bentuk-bentuk akuntansi yang berbeda pada tiap negara. Berbagai bentuk akuntansi tersebut tentu saja dapat diklasifikasikan berdasarkan perbedaan dan persamaan yang dimiliki. Klasifikasi akuntansi dan sistem pelaporan perlu dilakukan untuk melakukan deskripsi, analisa dan prediksi terhadap perkembangan sistem akuntansi. Tujuannya adalah untuk dapat membantu mengetahui sejauh mana suatu sistem mempunyai persamaan dan perbedaan. Bentuk-bentuk perkembangan sistem akuntansi suatu negara dibandingkan dengan yang lain serta kemungkinannya untuk berubah, dan alasan mengapa suatu sistem mempunyai pengaruh dominan dibandingkan dengan yang lain. Selain itu pengklasifikasian tersebut seharusnya juga dapat membantu pengambilan keputusan untuk menilai prospek dan problem dalam masalah harmonisasi internasional. Klasifikasi Akuntansi dan Sistem Pelaporan. Badan Yang Mengatur, Membuat Standar aset & Pasar Modal di Negara : 1. Indonesia : Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) 2. Australia : The Australian Securities and Investment Commission (ASIC) – mengawasi dan mengatur market conduct dan perlindungan terhadap konsumen; 3. Amerika Serikat : the Securities Exchange Act 4. Hongkong : (SFC) Securities and Futures Commission 5. Jerman : Federal Financial Supervisory Authority (FFSA). Persyaratan Umum Pencatatan di BEI Calon emiten bisa mencatatkan sahamnya di Bursa, apabila telah memenuhi syarat berikut : 1. Pernyataan Pendaftaran Emisi telah dinyatakan Efektif oleh BAPEPAM-LK. 2. Khusus calon emiten yang bidang usahanya memerlukan ijin pengelolaan (seperti jalan tol, penguasaan hutan) harus memiliki ijin tersebut minimal 15 tahun. 3. Calon emiten yang merupakan anak perusahaan dan/atau induk perusahaan dari emiten yang sudah tercatat (listing) di BEI dimana calon emiten memberikan kontribusi pendapatan kepada emiten yang listing tersebut lebih dari 50% dari pendapatan konsolidasi, tidak diperkenankan tercatat di Bursa. 4. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan Auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan.